Powered by Blogger.
RSS

Pluralisme Indonesia




Sejarah Pluralisme Indonesia
Saat awal Kemerdekaan di awal  Perubahan dari Organisme ke Pluralisme
Gagasan mendominasi pemikiran para pemimpin bangsa pada awal kemerdekaan Indonesia tahun 1945 sepanjang menyangkut peranan negara dan peranan maysarakat adalah gagasan pluralisme. Lembaga-lembaga negara yang dapat menjadi aparatur demokrasi yang pluralisti belum mungkin dibentuk pada waktu itu maka aturan peralihan UUD 1945 memberikan legitimasi untuk sementara bagi tampilnya organisme dengan memberikan kekuasaan MPR, DPR, DPA kepada presiden dengan bantuan komite nasional selama lembaga-lembaga tersebut belum dapat dibentuk sesuai dengan perintah UUD.
Pada rapat tanggal 16 Oktober 1945, KNPI mengusulkan agar komite tersebut diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. Karena desakan KNPI itu maka wakil presiden Muh.Hatta yang bertindak atas nama presiden segera mengeluarkan maklumat yang kemudian dikenal dengan maklumat No. X Tahun 1945. dengan keluarnya maklumat itu jelas merupakan perubahan praktek ketatanegaraan tanpa ada perubahan kontitusi (UUD)-nya.
Perubahan selanjutnya, sistem presidentil digantikan oleh sistem parlementer terjadi dengan keluarnya maklumat pemerintah pada tanggal 14 November 1945. Maklumat ini didasari oleh gagasan demokrasi yang pluralistik karena ternyata selain mengubah sistem kabinet juga berisi rencana Pemilu untuk memberikan porsi besar kepada masyarakat melalui wakil-wakilnya dalam menjalankan politik pemerintah.
Sebelum itu ada satu maklumat lagi yang merupakan pencerminan pluralisme-liberal yaitu maklumat wapres tanggal 3 November 1945 berisi pemberian kesempatan kepada rakyat untuk mendirikan partai-partai politik dalam sitem multi-partai. Sebagai akibat dari sistem multi-partai ini maka kurun waktu 4 tahun (1945-1949) partai-partai politik mampu menjatuhkan pemerintah. Tercatat sampai tahun 1947 telah tiga kali perubahan kabinet.
Referensi : Prof.Dr.Moh.Mahfud MD,S.H.,S.U. 2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Rineka Cipta

Local Genius
Pada intinya Sikap lokal genius itu bisah di artikan sebagai “kearifan lokal” yaitu sikap yang bijak sana dengan memanfaatkan budaya lokal yang telah banyak di gunakan dan bermanfaat untuk banyak orang.

PLURALISME INDONESIA
Permasalahan utama bangsa Indonesia bersumber pada kemajemukan masyarakat. Masih banyaknya konflik antar suku, agama, bahkan diantara pemeluk dalam satu agama merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Indonesia saat ini belum bisa menerima pluralisme, yakni pandangan yang menghargai kemajemukan dan penghormatan terhadap yang berbeda disertai kesediaan membuka diri terhadap berbagai keyakinan, kerelaan untuk berbagi dan keterbukaan untuk saling belajar. Pemahaman terhadap pluralisme adalah sesuatu yang penting agar masyarakat tidak terkotak-kotak karena perbedaan suku, agama, maupun status social
Realitas Pluralisme Di Indonesia
sejarah bangsa ini berdiri, dari mulai zaman Kutai Kartanegara, Majapahit, Sriwijaya maupun sampai Mataram hingga pada zaman-zaman kemerdekaan dan lahirlah Indonesia. Indonesia tidak terbentuk begitu saja kemudian bukan tanpa sebab kenapa negara ini berdiri. Indonesia terentuk karena semangat kebangsaannya, semangat keberagamannya yang kemudian bercita-cita membentuk satu tatanan hidup yang mampu menciptakan rasa aman dan nyaman bagi setiap pengharapnya. Hingga yang menjadi penegasan adalah bangsa ini terbentuk atas keberagaman, baik ras, suku maupun agama yang memiliki cita-cita luhur untuk ber-Indonesia bersama.
Kemudian yang saat ini menjadi satu keprihatinan adalah generasi penerus bangsa yang semakin tergerus oleh arus globalisasi, yakni hilangnya rasa ke-indonesiaan yang terpengaruh oleh dampak globalisasi. Inilah bentuk penjajahan gaya baru yang tidak lagi penjajahan secara fisik, namun penjajahan secara mindset, bagaimana tidak? Saat ini gaya hidup hedonisme, konsumerisme sudah menjadi bagian dari pengaruh globalisasi. Ketika disadari bersama bahwa Indonesia adalah bangsa besar yang terbentuk oleh seni dan budaya yang telah mengkristal dari sebuah perjalanan panjang pencarian apa itu Indonesia sendiri. Ketika generasi penerus bangsa ini tidak memiliki satu kesadaran akan pentingnya seni dan budaya, pasti bangsa ini hanya akan menjadi sejarah yang dahulu pernah memiliki lokalitas-lokalitas yang arif sebagai ruh dalam berbangsa dan bernegara yang telah hilang ditelan waktu.
Bukan permasalahan globalisasi saja yang menjadi permasalahan dewasa ini. Akan tetapi permasalahan pluralitas yang dewasa ini justru menjadi salah satu unsur perpecahan yang seharusnya pluralitas adalah unsur pemersatu dalam membangun bersama negeri ini., karena ketika mampu disadari bersama bahwa bangsa ini terbentuk akan keberagaman. Permasalahan yang timbul dari pluralitas ini adalah kurang adanya rasa saling menghargai, toleransi dan juga rasa membangun bersama ditengah-tengah perbedaan yang ada. Akan tetapi ketika melihat bahwa tujuan hidup bernegara itu adalah sama yakni, rasa membangun cita-cita akan hidup nyaman dan tentram pasti permalahan pluralitas justru akan turut serta membangun bangsa ini menjadi bangsa yang besar dalam menghadapi segala tantangan zaman yang ada, terlebih lagi tantangan semakin tergerusnya eksistensi seni dan budaya di tengah-tengah arus globalisasi.
Dari sudut kacamata pluralisme dan juga seni dan budaya, rasa-rasanya perlu adanya sebuah semangat baru dalam membangun bangsa ini. Membangun bangsa ini mulai dari cara pandang untuk membangun bangsa ini bukan semata-mata bangsa yang hanya kaku dengan tata negara, akan tetapi bangsa yang tetap memiliki keluwesan ruh-ruh kearifan lokal, yakni lokalitas-lokalitas yang beragam dari suku, etnis, bahasa dan budaya yang kemudian mempu mensinergiskan itu semua sehingga eksistensi seni dan budaya di Indoneseia mampu terus ada di tengah-tengah derasnya globalisasi. Terlebih lagi rasa kepeduliaan akan Indonesia yang semakin luntur. Untuk itu dbutuhkan generasi-generasi penerus bangsa yang berbasis kearifan lokal, yang mampu terus mengawal dan menjaga keberadaan seni dan budaya Indonesia yang adi luhung.
Pengertian Pluralitas dan Pluralisme
Istilah Pluralitas bermakna kenyataan atau fakta bahwa terdapat keanekaragaman. Misalnya terdapat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, ras, agama, dll.
Istilah ”Pluralisme” berasal dari dua kata, yaitu kata ”plural” yang bermakna harfian jamak/lebih dari satu macam/tidak seragam, dan kata ”isme” yang bermakna harfiah ajaran/keyakinan/gerakan. Jadi Pluralisme dapat dipahami sebagai suatu ajaran atau keyakinan atau gerakan yang menerima keanekaragaman sebagai suatu fakta/realitas. Fakta tersebut tidak akan dibiarkan sebagai faktor yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan, melainkan diolah sedemikian rupa menjadi suatu kekuatan yang dapat melahirkan suatu sinergi yang  dasyat.
Pluralitas di Indonesia
Indonesia dalam kenyataannya amat beraneka ragam dalam banyak hal. Semboyan negara kita adalah ”Bhinneka Tunggal Ika.”  Bangsa atau negara Indonesia mengakui fakta keanekaragaman. Keanekaragaman di Indonesia sungguh amat kompleks. Terdapat banyak suku bangsa di Indonesia. Aneka bahasa merupakan kenyataan yang tak dapat ditampik. Agama-agama di Indonesia berkembang dengan maraknya. Upacara-upacara ritual agama dan kebudayaan dapat disaksikan oleh khalayak luas, yang juga dapat dijadikan sebagai upaya untuk menarik para wisatawan baik domestik maupun dari manca negara. 
Problematika di seputar Pluralitas dan Pluralisme
Realita pluralitas di Indonesia dapat perjalanan sejarah bangsa tidak dapat disangkal memang menimbulkan aneka problem yang berkepanjangan. Namun demikian secara kuantitas problem yang ditimbulkannya relatif tidak begitu besar. Bangsa Indonesia terkenal dengan semangat kebersamaan, semangan tenggang rasa, dan toleransi antar umat beragama. Konflik-konflik antar agama, antar etnis memang masih terus-menerus terjadi sampai masa kekinian. Tapi syukurlah pemerintah dengan aparaturnya bertindak dengan tegas terhadap oknum-oknum pelaku kerusuhan yang seringkali menimbulkan korban-korban jiwa dan kerugian material yang tidak sedikit. 
Oleh sebab itu dibutuhkan pertemuan-pertemuan antar etnis, antar umat beragama, juga dengan membuat program-progaram yang dapatmenghilangkan perasaan salah paham dan sikap curiga antara sesama anak bangsa. Kegiatan-kegiatan yang bernuansa sosial dan kemanusiaan tentu dapat dijadikan jembatan yang strategis untuk membangun kebersamaan yang otentik, dan yang tidak terkesan dipaksakan oleh pemerintah/penguasa. Biarlah masyarakat plural yang terlibat langsung dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment